Senin, 24 September 2012

sebongkah cinta untuk dia

Ketika ku lirik jam-jam menyala

Ternyata sudah sekian lama aku berdiri

Gelisah masih ku pendam walau terus ku tunggu

Pedih....

Pedih terasa hati ku miris

Mengharapkan kebaikan untuk memihak ku

Namun tak jua ku dapat kan...

Hati tak kuasa berperang rasa haruskah ku buang hati ku untuk nya???

Bodoh...sangat bodoh!!!!!

Ku biarkan diriku termakan lalu

Ku biarkan  harapan itu tumbuh tapi tak berbunga

Yaa... Biarlah  dan biarlah

Asalkan dia bahagia dan meski hati ku lara

Memang cinta  cinta tak selamanya indah

Tak selamanya berakhir bahagia

Dan aku juga tau ,kalau cinta tak harus memiliki

Tapi aku hanya ingin

“Sebongkah cinta ini  tetap ku berikan  untuk dia

Kamis, 06 September 2012

Aku Terlanjur mencintai Mu


Tak pernah terlintas sedikit pun di benak ku,,,
Tak pernah aku meminta semua itu,,,
  Meminta agar hati ini mencintai mu,,,
  Meminta agar perasaan ini hanyut bersama mu,,,
Mengapa aku harus bertemu dengan nya?
Kalau akhirnya aku harus berpisah dengan nya,,,
  Aku tau, dan aku sadar stiap pertemuan pasti ada perpisahan,,,
Tapi,,,Mengapa harus dia!!!
Mengapa harus dia yang ENGKAU pertemukan dengan ku???
Tapi semua sudah terlanjur, ibarat kertas yang sudah terlumuri oleh tinta tak bisa ku hapus!!!
Seperti luka yang kau tinggal kan di hati ku, luka yang membekas dalam di hati ku,,,

Rabu, 05 September 2012

Pesan Terakhir,,,


Langit masih menggantungkan mendung di atas sana, awan gelap semakin merapat dan akhirnya titik-titik hujan turun membasahai muka bumi ini. Seperti hal nya tangisan Ku yang selalu menghiasi pipi ku ini.
            “Bagas... ayo dong bangun, kenapa kamu diam saja? Aku kangen sama kamu, aku kangen maen sama kamu,  bicara sama kamu, makan ice cream sama kamu, ke toko buku sama kamu, aku kangen Gas... ayo bangun...!” Bibir tipis ku bergetar sambil menatap seseorang yang sangat berarti dalam hidupku, yang sekarang hanya terbaring lemah, pucat dan tak berdaya. Sakit yang di deritanya telah menyita tiga hari hidupnya.
            “Bagas... kenapa sih banyak banget selang di tubuh kamu? Kenapa sih kamu harus tidur di tempat yang pengap ini? Suster itu kejam sama kamu, kenapa sih kamu nggak di biarin bebas aja? Pasti sakit ya? Ayo Gas... cerita sama aku!  Jawab Gas... jawab! Kenapa kamu diem aja? Ngomong gas....!!!” tangis ku makin menjadi ku genggam tangan dingin kekasih ku, ku belai wajahnya yang pucat, ku tenggelamkan wajah ku dalam keheningan malam. Tiba-tiba sentuhan tenang dibahu ku telah menyadarkan ku, wanita separuh baya itu menatap ku penuh dengan rasa haru seakan ia juga merasakan apa yang tengah aku rasakan.
            “Satu hal yang akan di sesali oleh Bagas, yaitu melihat orang yang paling ia cintai menangis di hadapannya” wanita itu memandang nanar ke arah Bagas.
            “Maksud Tante?” menatap wanita itu sambil menyeka air mata ku.
            “Tak pernah sebelumnya Tante melihat Bagas segembira Sabtu sore itu, tentang pertemuanya dengan seorang gadis di sebuah toko buku,” wanita itu menerawang jauh seakan peristiwa itu terulang kembali kata-kata Bagas masih terdengar jelas di telinganya dan ia pun melanjutkan ceritanya. “Dia bilang “Bunda mesti ketemu dengan gadis itu, dia baik pintar, cantik dan mirip sama Bunda, Nama nya Nadya”
            Iya, itulah Nama ku, memang benar sabtu sore itu aku bertemu dengan pemuda di sebuah toko buku dan tak pernah terlintas sedikitpun untuk mencintai pemuda itu seperti sekarang.
            “Nad... tega kah kamu melihat Bagas yang setiap hari harus mendengarkan tangisan mu? tangisan yang membuatnya semakin terluka, tak pernah kah kau lihat dia meneteskan air mata meskipun matanya terpejam? Sadar kah kamu bahwa tangisan mu adalah penderitaan bagi Bagas? Bagas tak akan pernah rela melihat orang yang paling ia cintai menderita seperti ini! Berhenti menyiksa Bagas, jika kamu benar-benar mencintainya. Berhenti menangis Nadya...tersenyumlah karena dengan senyumanmu lah Bagas dapat bertahan hidup, Yang Bagas harapkan adalah kebahagiaan mu Nad... bukan tangisan mu!”
            Air mata terus mengalir tanpa henti, aku tidak kuat jika harus mendengar kata-kata itu, aku berlari keluar dari ruangan, berlari sekencang mungkin semakin deras pula air mata ku saat itu. Lalu aku memutuskan untuk pulang kerumah.
Ku rebahkan tubuh ku yang terasa hancur berantakan bersama hati dan fikiran ku, perlahn mataku mulai terpejam.

***
“Nadya... maafkan aku, aku tak bisa menepati janji ku, janji untuk menjagamu.
Maafkan aku jika aku harus meninggalkan mu, Maafkan aku karena aku belum sempaat membahagiakan mu... Selamat tinggal Nadya... CINTA KU KAN TETAP DI HATI MU“ awan hitam menyeret tubuh Bagas kedalamnya, angin kencang melepaskan genggaman ku, sosok Bagas semakin menjauh hingga tangan ku tak dapat meraihnya, pelan-pelan Bagas menghilang dalam kegelapan itu.
            “Bagas...BAGAS!!!!!!!!”aku terbangun dari tidurku keringat dingin bercucuran membasahi seluruh tubuh ku nafas ku tak beraturan, huft ternyata hanya mimpi tapi mengapa perasaan ku tidak karuan? Bagas. Ya aku harus kerumah sakit sekarang.
            Bergegas aku turun dari ranjang ku, membersihkan seluruh tubuh ku dan langsung pergi menemui ibu ku.
            “Pagi Bu...” sapa ku dengan senyuman di bibir ku
            “Pagi sayang” sahut ibu sambil menecup kening ku
            “kamu sudah sembuh?” tanya ibu
            “memangnya aku kenapa bu?”
            “dari semalam kamu demam dan terus memanggil nama Bagas”
Separah itu kan aku? Ah sudah lah mungkin hanya karena aku terlalu memikirkan Bagas.
            “ya sudah bu, aku pamit dulu mau kerumah sakit, menemani Bagas” pamit ku mencium tangan wanita yang paling aku sayang.
            “Tunggu nak! Kamu tidak perlu kerumah sakit lagi” Perasaan itu muncul kembali.
            “kenapa bu?”
            “Bagas...Bagas sudah meninggal nak, tadi pagi ia di makamkan” kata –kata ibu bagaikan petir yang menyambar hati ku, aku hanya terperanga, diam terpaku hanya air mata yang mulai mengalir deras dari mata ku. Ibu memeluk ku pelukan yang menenangkan namun guncangan itu lebih kuat dari tenangnya pelukan ibu.
            “Nggak! Ibu pasti bohong kan?! Ibu bercanda kan?! Nggak mungkin Bagas pergi ninggalin aku bu! Nggak mungkin! Dia udah berjanji sama aku nggak bakalan ninggalin aku bu! Ibu bohong! Bagas masih menunggu aku di rumah saakit bu, pasti ibu salah!” pekik ku histeris, Meronta dan menjerit.
            “sabar Nadya... Sabar Nak”
            “nggak Bu! Bagas... BAGAS!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”
Mungkin mimpiku tadi adalah pesan terakhir dari orang yang paling aku cintai, Bagas
CINTA KU KAN TETAP DI HATI MU”