Rabu, 27 November 2013

SURAT CINTA
(Untuk serpihan cinta yang kini entah dimana)

Pagi ini dimana fajar
masih enggan menampakkan cahayanya
Aku terjaga dari tidurku, Ku buka mataku perlahan
Entah mengapa tiba-tiba butiran bening menatas
Dari kelopak mataku...
Ku pandangi langit – langit kamarku
Namun bukan genting atau atap yang aku lihat
Melainkan wajahmu yang  tersenyum di atas sana

Mungkin aku memang salah dan berdosa
Aku sadar akan perbedaan kita
Yang tak akan pernah bisa untuk bersama
Tapi aku bisa apa?
Aku hanya manusia biasa yang hanya bisa merasa
Aku Tak bisa melawan asa

Meski beribu kali aku mencoba merelakanmu untuk orang lain, Tapi hati ini berkata lain...
Meskipun sejuta senyum tergores lembut di  wajahku
Namun hati tak dapat sembunyikan luka itu
Aku sadar siapa aku dan siapa dirimu
Perbedaan ini tak mungkin dapat melebur menjadi satu
Air tak dapat bersanding dengan api
Begitupun kita, selamanya tak akan pernah bersama
Aku hanya bisa berharap dan berharap
Hingga tangan Tuhan menyatukan kita kembali
Meski hanya dalam dunia mimpi
Aku berjanji akan melupakan rasa ini
Jika memang rasa ini salah
Namun aku tak bisa berjanji untuk melupakan
Serpihan cinta ini, selamanya...

Dariku serpihan
 cinta yang lain :*

SURAT CINTA
(Untuk serpihan cinta yang kini entah dimana)

Pagi ini dimana fajar
masih enggan menampakkan cahayanya
Aku terjaga dari tidurku, Ku buka mataku perlahan
Entah mengapa tiba-tiba butiran bening menatas
Dari kelopak mataku...
Ku pandangi langit – langit kamarku
Namun bukan genting atau atap yang aku lihat
Melainkan wajahmu yang  tersenyum di atas sana

Mungkin aku memang salah dan berdosa
Aku sadar akan perbedaan kita
Yang tak akan pernah bisa untuk bersama
Tapi aku bisa apa?
Aku hanya manusia biasa yang hanya bisa merasa
Aku Tak bisa melawan asa

Meski beribu kali aku mencoba merelakanmu untuk orang lain, Tapi hati ini berkata lain...
Meskipun sejuta senyum tergores lembut di  wajahku
Namun hati tak dapat sembunyikan luka itu
Aku sadar siapa aku dan siapa dirimu
Perbedaan ini tak mungkin dapat melebur menjadi satu
Air tak dapat bersanding dengan api
Begitupun kita, selamanya tak akan pernah bersama
Aku hanya bisa berharap dan berharap
Hingga tangan Tuhan menyatukan kita kembali
Meski hanya dalam dunia mimpi
Aku berjanji akan melupakan rasa ini
Jika memang rasa ini salah
Namun aku tak bisa berjanji untuk melupakan
Serpihan cinta ini, selamanya...

Dariku serpihan
 cinta yang lain :*

Sabtu, 21 September 2013

Bangku Tua....


Hari ini aku berjalan diiringi awan yang senantiasa melindungi ku dari sengatan terik matahari. Aku  kembali menginjakkan kaki ku di jalan setapak  ini setelah 2 tahun silam, langkah ku terhenti tepat di bawah pohon Mahoni yang rimbun di bawahnya terdapat sebuah bangku tua yang terbuat dari kayu, warnanya sudah berubah menjadi hijau kehitam-hitaman karena lumut dan lapuk termakan usia. Sejenak aku terdiam memandangi bangku itu dengan tatapan nanar.
“Selama itukah aku pergi dari dukuh ini? Hingga bangku yang dulu gagah kini terlihat sangat tua dan tak terawat, ternyata waktu memang cepat berlalu...” gumam ku dalam hati.
Ku hampiri bangku tua itu dan duduk di atasnya, begitu nyaman duduk di bangku ini teduh dan jika memandang lurus kedepan maka akan terlihat berhektar-hektar sawah yang membentang dan beberapa rumah penduduk yang tinggal di dukuh terpencil ini.
Aku ingat sekali, tempat ini adalah tempat yang sering aku datangi bersama dia, sekilas aku teringat kembali pada pemuda itu, di bangku ini dulu kita bermain dan beristirahat karena lelah bermain atau hanya sekedar untuk berteduh dari panas matahari, di tempat ini pula aku menyadari benih-benih cinta kami mulai tumbuh dan di bangku ini pula aku menangis di pundaknya.
Ku pejamkan mataku dan menghirup wanginya masa lalu ku...
“Dulu bapak meninggalkan ku dan ibu tanpa alasan yang jelas sampai sekarang aku pun tak tau dia kemana, dimana dan bersama siapa. Ibu bilang bapak minggat karena tak kuat hidup miskin seperti ini. Aku rela jika itu memang alasan bapak meninggalkan kami, beberapa bulan semenjak bapak pergi ibu juga berpulang ke Rahmatullah aku ikhlas karena itu sudah menjadi kehendak Gusti Allah, sekarang orang yang paling aku kasihi juga ikut meninggalkan ku. Pergi kekota untuk menikah dengan anak seorang juragan kaya di kota” kata ku setengah melamun, pemuda yang disampingku hanya duduk dan menunduk lemas.
“hari ini aku mengerti bahwa kebaikan tak pernah berpihak pada ku dan kehidupan ku” bulir-bulir bening mulai menetes, bibir ku bergetar “kenapa? Apa yang salah pada diri ku?! Apa?” tangisku pun pecah “ kenapa semua orang yang aku cintai pergi dari kehidupan ku? Kenapa? Keluarga ku hancur dan sekarang cintaku pun ikut hancur berkeping-keping, Apa salah ku Gusti?! Apa?”  aku benamkan wajahku pada kedua telapak tangan ku aku tak tahu lagi siapa yang harus aku salahkan, tiba-tiba sentuhan tenang dan halus hinggap di bahuku.
“Ning, kamu tidak boleh berbicara seperti itu” kata pemuda itu tenang
“seperti apa? Ha! Ini semua salah ku, aku memang tak pantas untuk dicintai hinnga Tuhan mengambil semua yang aku sayangi” kata ku meluap dalam emosi
“tidak Ning! tidak pantas kamu berkata seperti itu, kamu juga tidak pantas menyalahkan dirimu sendiri seperti ini, kamu harus ingat kalau kamu hanya seorang hamba semua ini sudah menjadi kehendak Yang Maha Berkuasa, Gusti Allah Ning, Gusti Allah” pemuda itu mulai meninggikan nada suaranya dan melepaskan pegangannya dari bahu ku.
“Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang?” suaraku menjadi parau melebur dalam tangis ku.
“kamu harus tetap besabar Ning, doakan yang terbaik buat mereka”
“Tak ada lagi orang yang mencintai ku, tak ada,semuanya telah meninggalkan ku” emosiku mulai terkendali, pemuda itu menghadap ke arahku dan menggenggam tangan ku, tulus sangat tulus aku merasakan kenyamanan di genggamannya, di tatapnya mataku penuh dengan kehangatan.
“Kamu salah Ning, masih banyak orang yang mencintai mu termasuk aku, Aku akan tetap disini bersamamu, aku tidak akan pernah meninggalkan mu Ning, Aku berjanji  dan bangku ini menjadi saksi bisu ketulusan cintaku pada mu Ning, kamu jangan pernah merasa kalau kamu sendirian di dunia ini masih ada aku dan dukuh kecil ini, tanah kelahiran mu”
“Kamu janji?”
“Ya, aku berjanji” ku sandarkan kepala ku yang terasa berat di atas pundak pemuda itu, pemuda yang telah mencuri hatiku di bawah pohon mahoni di atas bangku ini.
Perlahan ku buka mataku yang terasa berat, airmata mulai menetes dan mengalir di setiap lekuk wajah ku.
Dimana dia sekarang?
Dimana dia yang dulu telah berjanji untuk selalu bersamaku?
Aku merindukannya... aku teramat merindukan pemuda itu



Aku beranjak dari bangku tua itu, dengan langkah berat ku ayunkan kakiku menjauh dari bangku itu dan berjalan menuju dukuh terpencil yang telah lama aku tinggalkan, sesekali aku menoleh kearah bangku tua itu bayangannya muncul kembali dan ia tersenyum kearah ku, ku balas senyumnya yang manis itu.
Senyum itu seakan berkata “teruslah berjalan Ning, kau akan ada di setiap doa-doa ku, ingat bahwa Gusti Allah selalu ada bersamamu”
“Selamat tinggal cinta,selamat tinggal Bangku tua dengan berjuta kenangan yang indah bersamanya”



Selesai...

Jumat, 04 Januari 2013

Ibu maafkan ayah....

Ibu
Aku sayang sama ibu...
Aku rindu ibu yang dulu
Ibu yang selalu menyayangiku
Ibu yang selalu mencintai ayahdan aku...
Ibu...
aku tahu ayah telah berbuat kesalahan
Tapi ayah telah menyadari kesalahanya itu bu
Ayah sudah berubah,
berubah untuk menjadi yang lebih baik
Tapi mengapa ibu tak pernah mau
untuk melihat perubahan itu bu?
Aku tahu,Ibu pasti sakit
jika mengingat peritiwa dulu
Peristiwa dimana ayah telah melakukan
kesalahan yang sangat fatal
Yang mungkin tak akan pernah bisa ibu maafkan
Ibu...
Tak bernahkah kau lihat?
butiran-butiran bening yang menetes dari mata Ayah
tak pernah kah kau dengar rintihannya?
rintihan di setiap do'anya...
Ibu..
Aku sayang Ayah...
Maafkan Ayah bu...
Aku sakit meliahat ayah menangis
Bu... Aku sayang Ayah...
Ibu...
Tak pernah kah kau lihat matanya yang merah
karena menahan air mata?
Tak pernah kah kau lihat?
Peluh yang menetes di setiap langkahnya
Ibu...
Aku sayang kalian
Aku rindu keluarga kita yang dulu...
Tuhan...
aku sayang mereka Tuhan...
Aku tak ingin kehilangan mereka
Ibu...
Maafkanlah Ayah...