Selasa, 09 Oktober 2012

Senyum Yang Hilang


Di sebuah pematang sawah ku berdiri tegak memandangi langit-langit cerah dengan sedikit kabut putih yang sejuk, mataharipun masih malu-malu untuk menampakkan cahayanya, burung-burung pipit mulai berkicau bersahut-sahutan diatas rindangnya pohon-pohon randu. Semuanya masih sama semenjak 10th silam, sejak aku meninggalkan tanah kelahiran ku ini untuk merantau ke kota.
Tiba-tiba terdengar sayup sayu seorang wanita meneriakan “Sayur...sayur Bu...” Terlihat samar-samar  wanita itu diseberang  jalan, ku hampiri ia yang sedang duduk bersimpuh di pinggir jalan mengenakan baju  lusuh dengan selendang yang mengalung di lehernya beserta keranjang besar di sampingnya.
“Sri...?” panggil ku lirih
“Mas Tarjo...?” ia menengok kebelakang sambil memandangku dengan tatapan gugup.
“apa kabar Sri?” tanyaku sambil duduk disampingnya.
“Baik Mas, bagaimana dengan keadaan mas?”
“Alhamdullilah, baik Sri” terheran-heran aku melihat wanita di depan ku ini walaupun ia mengenakan pakaian yang lusuh namun kecantikannya tak dapat di sembunyikan.
“Ada apa mas? Mengapa melihat ku seperti itu? Pasti mas heran dengan penampilan ku ini kan?” ucap Sri membuyarkan lamunan ku.
“apa yang terjadi pada mu Sri?”
Ku lihat air mata yng mulai tersumbul dibalik pelupuk matanya, bayangan nya menerawang jauh mengingat peristiwa 10th yang lalu, dan ia pun mulai bercerita tentang dirinya dan keluarganya...
          “sepuluh tahun yang lalu... dua minggu setelah mas pergi ke kota, penyakit bapak kambuh lagi malahan semakin parah, sudah berobat kemana-mana tapi tidak ada hasilnya mas. Sampai akhirnya bapak mau untuk di operasi tapi Tuhan berkehendak lain mas, bapak telah berpulang ke Rahmatullah
Isak tangis wanita itu telah menyayat hati ku, air mata tak dapat di bendungnya lagi dan ia pun melanjutkan ceritanya.
          “dan semenjak bapak meninngal, Ardi adik Sri menjadi Brandal mas, kerjaannya hanya mabuk-mabukan sampai-sampai dia di garuk polisi karena positif  mengkonsumsi Narkoba mas” tangisnya makin menjadi
“dan ibu...ibu sudah renta dan ia mulai sakit-sakitan mas, akhirnya saya memutuskan untuk berhenti sekolah dan memilih untuk bekerja dan menghidupi ibu dan kedua adik saya yang masih kecil, Mas”
Air mata terus menggenangi mata sayu itu sambil terus memanggil nama Bapaknya, ia pun tertunduk dalam ku pegang pundaknya dengan lembut.
          “Sri, Maafkan aku aku tidak bermaksud untuk membuatmu bersedih dan menangis seperti ini” serasa tersadar dari lamunan ia mengangkat wajahnya dan menyeka air matanya itu dengan sebuah selendang yang mengalung di lehernya.
          “Ndak papa mas, maaf mas saya harus melanjutkan jualannya keburu siang, nanti Ndak laku. Permisi Mas” wanita itu berjalan sambil menggendong keranjang besar penuh dengan sayur-sayuran, ia menghilang di pertigaan gang pertama.
          Aku pun kembali berjalan menyusuri jalan setapak yang tidak rata sambil membayangkan senyum manis Sri sahabat kecil ku yang kini senyum itu telah menghilang dari kehidupannya.

Selesai...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar